Tuesday, January 31, 2017

Saya, Muslim dan cerita lingkungan di Aberdeen, Januari 2017

8:04 AM Posted by Kaki Rima No comments
Merasakan sholat dimana saja
Saya terus melirik jam tangan terus, karena waktu sholat ashar sudah hampir habis dalam waktu satu jam. Sesi pertemuan bimbingan dengan dosen masih belum selesai. Untungnya, tiba2 pintu ruangan ada yang mengetuk, akhirnya disepakati bahwa malam itu, jam 9 malam, memorandum sudah harus disubmit, tanpa ada kompromi lagi. Pusing pala barbie!
Turun dari ruangan rapat di lantai 4 gedung Taylor block C, saya dan kedua teman saya segera membooking ruangan di perpustakaan untuk meneruskan mengerjakan memo setelah direvisi dosen2 tadi. Lelah hayati. Sungguh lelah. Sepintas ada rasa menyesal kenapa juga daftar ikutan kelas ini yang menuntun pada rasa lelah tak berkesudahan, termasuk mau tak mau, suka tak suka, mengerjakan memo di saat liburan kemarin, setiap hari, mau tak mau harus duduk di depan komputer untuk mencicil mengerjakan memo ini. Sepintas karena lelah, saya menyesal, tapi saya tahu dan paham bahwa penyesalan ini hanyalah sepintas lalu, karena kadang ketika sudah melewatinya, saya pasti akan terus mengulang utk mendaftar kelas yang sama bila ada kesempatan lagi. Namanya pingin berkembang, ya harus siap letih. Iya gak? hehehe..
Niatnya tadi setelah booking ruangan, saya mau ijin sholat sebentar. Tapi begitu lihat jam, saya menimbang2 utk pamit sholat diluar, jalannya aja 10 menit lebih, udah mepet. Akhirnya, saya menoleh dan mengatakan bahwa saya akan sholat di sudut ruangan diskusi itu, bila mereka tidak terganggu? dan tentu saja mereka tidak keberatan. Malah mereka senang karena tahu dan menghargai kewajiban saya. Saya mengambil wudhu di toilet, ambil wudhu di wastafel. Ya susahnya jadi mbak-mbak mungil ya gini kalau wastafelnya tinggi, wkwkkww.. ya udahlah yang penting masih bisa kena air kaki nya ini.
Teman, saya, Ivy bertanya, bolehkan dia mengobrol ke teman lainnya saat saya sholat? saya katakan, silahkan, jangan merasa terganggu dengan saya. Lakukan yg perlu dia lakukan, saya hanya meminta ruang kosong di sudut, jadi dia mau joget atau kayang pun, saya tak masalah. Dia tertawa. Dia bertanya lagi, kalau dia mengajak ngobrol saya boleh? Saya tersenyum lebar dan sedikit menjelaskan bahwa dia boleh mengajak saya berbicara, tapi tak ada kewajiban saya utk menjawab selama sholat kan? hahaha.. Teman saya satunya menjelaskan pada Ivy, seperti ini, "No, kamu tak boleh mengajak Rima berbicara ketika dia sedang sholat. Karena Rima sedang berbicara pada Allah. Dia beribadah." Saya menoleh dan mengangguk, "kamu benar." kata saya.
Dan akhirnya saya sholat dan mereka juga berdiskusi dengan santainya.
Dua kawan karib saya ini, kehidupannya sangat dekat dengan orang muslim, meski mereka tak seiman dengan saya. Pacar Ivy bekerja di salah satu negara muslim yang saat ini masuk dalam 7 negara yang oleh President AS terbaru tengah dikenakan kebijakan pelarangan warga negaranya masuk ke AS. Dia sering cerita kalau pacarnya akan mengajak meeting orang lokal, dia harus pastikan bahwa di tempat meetingnya ada musholla, sehingga memudahkan mereka utk beribadah. Bahkan dia pernah mencoba memakai gamis plus cadar hitam2 selama 3 bulan kalau dia mau keluar dari rumah, sewaktu ia dan keluarganya mengunjungi pacarnya itu. Saya takjub! Takjub dengan kebesaran hatinya menerima perbedaan, bahkan itu tak mempengaruhi kadar pertemanan kami. Bahkan ketika kami berbelanja makanan bersama, ia akan mati2an bertanya dan melihat label kemasan apakah itu ada kandungan bahan makanan yang saya jelas tak boleh makan. Luar biasa kan?
Tak berhenti saya bersyukur bahwa langit tetap tak berubah menjadi warna gelap bahkan ketika hujan, ketika saya pergi merantau. Langit tetap menjadi langit yang sama, yang menjadi tempat bernaung dan menjadi atap bagi orang2 terdekat yang menyenangkan dan membahagiakan satu sama lain. Bahkan mereka juga memberikan saya semacam angpao, ketika mereka merayakan tahun baru kemarin. Hahahaa.. bukan tentang berapa banyaknya tapi tentang seberapa pedulinya mereka terhadap pertemenan ini, begitu juga sebaliknya.
Kisah diatas hanyalah sebagian kecil dari pengalaman saya sholat dikampus tapi bukan di tempat sholat yang sudah disediakan oleh kampus secara khusus. Karena faktanya, ketika jeda waktu istirahat sangat singkat, saya sudah tahu tempat2 yang agak nyungsep tapi bersih yang bisa digunakan utk sholat di waktu yang mepet itu. Dan lagi2, mereka2 juga yang ikut menunggu dan menjaga saya ketika saya sedang beribadah.
Sungguh, saya senang dan terharu dengan banyaknya hal yang baru saya rasakan ketika saya menjadi minoritas disini. Dan saya percaya ini pun yang akan menjadi salah satu hal yang akan sangat saya rindukan ketika saya akan kembali ke tanah air beberapa bulan lagi. :D
Ya, karena disinilah saya baru benar2 bisa merasakan kita bisa sholat dimana saja.

0 comments: