Tuesday, September 3, 2013

Pendapat Mahkamah Konstitusi terkait dengan Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU NOmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

11:35 AM Posted by Kaki Rima No comments
Pendapat Mahkamah Konstitusi terkait dengan Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Pada tanggal 29 Februari 2013 lalu, Mahkamah mengucapkan putusan dengan amar DIKABULKAN SEBAGIAN terhadap perkara pengujian undang-undang yang diregistrasi dengan nomor perkara 64/PUU-X/2012. Permohonan yang diajukan oleh Magda Safrina, SE, MBA ini pada intinya meminta kepada Mahkamah Konstitusi, yang untuk selanjutnya disebut Mahkamah, untuk menyatakan Pasal 40 ayat (1)  UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak berlaku mengikat. Pasalnya Pemohon merasa bahwa keberlakuan pasal a quo  telah merugikan hak konstitusionalnya dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga lain di masa mendatang. Selanjutnya, Pemohon juga merasa bahwa pasal a quo telah memberi ruang kepada salah satu pihak, baik suami maupun istri yang namanya terdaftar sebagai nasabah bank untuk menguasai dan atau mengalihkan sebagian dan atau sepenuhnya harta bersama yang diperoleh selama pernikahan tanpa diketahui oleh pihak lainnya, sehingga dapat menyebabkan salah satu pihak dapat mengambil secara sewenang-wenang hak pihak lainnya, sementara pihak lain tersebut dapat kehilangan sebahagian dan atau seluruh haknya atas harta bersama (gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan.

Awalnya, Pemohon melaksanakan pernikahan dengan suaminya yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 16 Mei 1995. Beberapa tahun kemudian, pada tanggal 1 Februari 2012, Pemohon melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan perceraian dan pembagian harta bersama (gono-gini) terhadap suami Pemohon pada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh. Dalam gugatan harta bersamanya, Pemohon mencantumkan sejumlah harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon di sejumlah Bank di Kota Banda Aceh. Dalam jawaban gugatan yang disampaikan pada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tertanggal 21 Maret 2012, suami Pemohon melalui kuasanya menyangkal dan menolak keberadaan seluruh tabungan dan deposito yang dimaksud oleh Pemohon. Berdasarkan bukti terhadap harta bersama, Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh meminta sejumlah bank yang dimaksud untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan tabungan dan deposito dimaksud guna kepentingan perlindungan harta bersama yang kedudukannya dilindungi oleh hukum dan undang-undang. Terhadap hal tersebut, Bank menolak memberikan keterangan dengan alasan menyangkut kerahasiaan data nasabah, sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PBI Nomor 2/19/PBI/2000. Dikarenakan hal tersebut, Pemohon saat itu tidak dapat mengetahui dengan pasti jumlah tabungan, deposito, dan aset dalam bentuk produk perbankan yang disimpan oleh suaminya tersebut. Dalam hal ini, Pemohon merasa bahwa Pemohon berpotensi mengalami kerugian dalam bentuk materiil terkait hak Pemohon atas harta gono-gini yang disimpan di bank atas nama suami dan Pemohon merasa bahwa hak konstitusionalnya dirugikan dengan keberlakuan pasal a quo.

Setelah melalui tahapan persidangan, Mahkamah menimbang bahwa permasalahan yang harus dijawab oleh Mahkamah adalah adanya larangan bagi bank untuk memberi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan, khususnya mengenai simpanan yang merupakan harta bersama menurut UU Perkawinan.

Menurut Mahkamah, harta bersama (gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan, termasuk harta yang disimpan oleh suami dan/atau istri di satu bank, baik dalam bentuk tabungan, deposito, dan produk perbankan lainnya merupakan harta benda milik suami istri yang dilindungi menurut konstitusi. Dan akan lebih memenuhi rasa keadilan apabila data nasabah juga harus dibuka untuk kepentingan peradilan perdata terkait dengan harta bersama, karena harta bersama adalah harta milik bersama suami dan istri, sehingga suami dan/atau istri harus mendapat perlindungan atas haknya tersebut dan tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh salah satu pihak, sebagaimana yang dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Akan tetapi, menurut Mahkamah, apabila Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara keseluruhan dan karena itu tidak mempunyai hukum mengikat, maka justru akan menimbulkan tidak adanya perlindungan terhadap kerahasiaan bank, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan nasabah terhadap bank dan merugikan perekonomian nasional. 

Oleh karena itu, menurut Mahkamah, untuk melindungi hak-hak suami dan/atau istri terhadap harta bersama yang disimpan di bank, maka Mahkamah perlu memberi kepastian dan perlindungan hukum yang adil.
Ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan harus dimaknai:
"Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A serta untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian."

Lebih lanjut, dalam amar putusannya dinyatakan:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian:
1.1. Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3790) adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian;
1.2. Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lemabran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian;
2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

0 comments: